Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terletak pada
cincin api dan pertemuan antar lempeng dunia yang memiliki potens besar
terhadap kejadian bencana alam. Sering sekali terjadi gerakan sesar atau
patahan yang menyebabkan gempa bumi hingga tsunami serta erupsi gunung-gunung
berapi. Tidak hanya bencana yang disebabkan oleh faktor
alam, Indonesia juga sudah langganan untuk tertimpa bencana tahunan seperti
banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan sebagainya yang disebabkan oleh
ulah manusia sendiri. Bencana yang terjadi
selalu memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat, baik secara moril
dan materil.
Bencana adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Sedangkan Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UU No. 24/2007 ttg PB, Pasal 1, Ayat 9)
Menurut data BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) selama tahun
2018 (data dirilis 25/10/2018), terjadi 1.999 kejadian bencana di Indonesia. Dampak
yang ditimbulkan bencana dilaporkan sangat besar. Tercatat 3.548 orang
meninggal dunia dan hilang, 13.112 orang luka-luka, 3,06 juta jiwa mengungsi
dan terdampak bencana, 339.969 rumah rusak berat, 7.810 rumah rusak sedang,
20.608 rumah rusak ringan, dan ribuan fasilitas umum rusak. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,
jumlah korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana pada tahun 2018
terhitung paling besar sejak tahun 2007
Salah satu faktor penyebab timbulnya banyak korban
akibat
bencana
alam adalah kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang
bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat dalam mengantisipasi bencana. Sebagai
contoh pada kejadian gempa bumi korban yang meninggal banyak terjadi karena tertimpa reruntuhan bangunan roboh. Diantara korban jiwa tersebut, paling banyak adalah wanita dan
anak-anak. Dalam manajemen risiko bencana dikenal tindakan
pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction measure)
yang salah satunya dapat ditempuh melalui peningkatan pengetahun tentang
bencana. Sampai saat ini pengetahuan mengenai
pengurangan
risiko bencana belum masuk
ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Padahal
113 negara lain yang sudah memasukkannya ke
dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah diantaranya adalah Bangladesh, Iran, India, Mongolia, Filipina, Turkey, dan Tonga. Berdasarkan Hyogo Framework yang disusun oleh PBB maka pendidikan siaga
bencana merupakan prioritas, yakni Priority for Action 3: Use knowledge, innovation and education to build a culture of safety and resilience at all levels.(
Krisna:2004)
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana
Menurut ISDR (2006:45)
Disaster Risk Reduction (DRR) adalah: a term used for techniques focus on preventing or minimizing the effects of disasters. For instance, certain areas of a city that are prone to earthquake hazard may have development restricted or building codes may be implemented that protect up to a specified level of shaking, to protect against earthquakes. The term has been adopted and has developed an international strategy on promoting disaster risk reduction as it has been shown to be very cost effective.
Inisiatif yang fokus pada pengurangan risiko bencana bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bencana (perlindungan terhadap banjir, misalnya melalui pengerukan sungai) atau meningkatkan kemampuan komunitas dalam merespon
kedaruratan
(memastikan adanya persediaan
makanan dan minuman selama
3 hari).
Karena
bencana merupakan produk dari peristiwan dan manusia, merubah sesuatu hal akan memiliki dampak
pada
kejadian bencana.
Contoh lain
dari
inisiatif dalam
pengurangan risiko
bencana adalah meningkatkan
pengetahuan dan
merancang kerangka kebijakan legal dan
public. Pengurangan risiko bencana berhubungan dengan bidang: bantuan kemanusiaan,
sektor bantuan
pembangunan, manajemen risiko, perubahan iklim dan persiapan kedaruratan.
Menurut
UN- ISDR education
for
disaster risk
reduction
merupakan proses interaktif
dari
saling belajar
antara
individu dan organisasi.
Pendidikan
risiko bencana tidak terbatas pada pendidikan
formal di sekolah-sekolah
dan universitas, serta menyangkut rekognis dan penggunaan pengetahuan dan kearifan lokal untuk melindungi dari bahaya alam.
Hasil penelitian yang
dilakukan (Krisna :2004) mengenai pendidikan risiko bencana gempa bumi
yaitu bahwa siswa yang memperoleh pendidikan siaga bencana gempa bumi memiliki
peningkatan
pengetahuan mengenai fenomena gempa bumi, tindakan mitigasi dan tanggap darurat. Selain
itu mereka memiliki persepsi realistik terhadap kemungkinan terjadinya bahaya. Selain itu
siswa berperan aktif dalam diseminasi informasi
pengurangan risiko bencana di rumahnya. Orangtua siswa juga memiliki peran aktif dalam mendorong siswa
untuk
mempelajari materi pendidikan siaga bencana.
Peranan dalam kesiapsiagaan bencana
tidak hanya menjadi tanggung jawab Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), tetapi juga kementerian pendidikan dan kebudayaan yang memiliki peranan
cukup penting dalam hal meningkatkan pengetahuan di bidang kesiapsiagaan dan
mitigasi bencana sebagai salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi
dampak dari bencana. Menyimpulkan pengertian bencana dari undang-undang 24
tahun 2007 tentang penanggulangan bencana bahwa bencana tidak dapat dihindari,
namun dapat di manajemen sehingga dampak yang timbul dapa diminimalisir.
Kesimpulan
Indonesia
sebagai negara yang memiliki potensi yang besar terhadap kejadian bencana (baik
bersumber dari alam maupun non alam). Hampir setiap bencana menimbulkan dampak
yang besar baik materiil maupun non meteriil. Peranan dalam penanggulangan
bencana tidak hanya terfokus pada pasca bencana terjadi, akan tetapi harus
menitik beratkan terhadap kesiapsiagaan sebagai upaya manajemen untuk
meminimalisir dampak yang terjadi. Peningkatan pengetahuan penting dilakukan
terhadap anak usia sekolah dengan memasukkan mitigasi atau kesiapsiagaan
bencana kedalam kuriklum pendidikan.
Penulis : Eko Kurniawan
Mahasiswa FKM Konversi Universitas Malahayati Angkatan 2018, Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar